Pengalaman Pertamaku

Hai, Sob!

Hari ini aku mengikuti tes Seleksi Kemampuan Dasar di gedung Kanreg 1 BKN Yogyakarta. Tes ini sebagai seleksi tahap pertama dalam rangkaian seleksi mahasiswa baru Politeknik Statistika STIS. Aku tahun ini mencoba peruntungan untuk mendaftar ke sana. Tak banyak persiapan sebelumnya. Aku belajar untuk tes ini juga dimulai dari H-10 pelaksanaan tes. Yaitu saat informasi lokasi tes dan jadwal tes diumumkan. Sejak saat itu, aku mulai membuka-buka lagi  buku latihan soal tes kedinasan yang diberi oleh saudaraku. Buku-buku yang sudah aku sisihkan beberapa saat belakangan. Aku berlatih sekenanya. Aku pun tidak berekspektasi tinggi kepada hasil yang akan aku peroleh nantinya. Jadi, bisa dibilang tes ini benar-benar hanya peruntungan. Lolos syukur, tidak lolos ya Alhamdulillah.

Aku mempersiapkan segala hal yang akan digunakan sebagai syarat di sana saat malam sebelum hari tes dimulai. Bahkan, siangnya aku sudah menge-print semua kartu yang akan dibawa. Ada Kartu Tanda Peserta Ujian Masuk STIS (KTPUM STIS) dan Kartu Ujian dari SSCASN DIKDIN. Bagi yang asing dengan istilah-istilah tersebut, intinya ada dua kartu, pertama kartu ujian dari STIS sendiri dan kedua kartu ujian dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ditambah satu lagi, menyiapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli. Bila belum ada, bisa diganti dengan KTP sementara atau kartu identitas lain yang masih berlaku dan didukung dengan Kartu Keluarga.

Sebenarnya ada satu lagi hal wajib yang harus dibawa, yaitu surat keterangan COVID-19. Pengumuman ini diberitahukan mendadak, yaitu sehari sebelum tesku dimulai, sehingga aku tidak sempat untuk mendapatkan surat tersebut di instansi kesehatan manapun. Akhirnya aku tidak membawa surat tersebut ke sana.

Selain itu, aku mempersiapkan alat tulis berupa pensil, penghapus, dan bolpen. Semua syarat yang harus dibawa, kumasukkan ke dalam tas. Kartu-kartu yang sudah  ku-print, kutaruh di dalam stopmap dan kumasukkan juga ke dalam tas. Lalu, aku beranjak ke tempat tidur dan segera memejamkan mata. Waktu itu, aku sulit melakukannya, entah kenapa, hingga aku bisa tertidur sepertinya pada pukul sebelas malam.

Pagi tiba.

Aku bangun. Lalu salat subuh, lalu mandi, lalu makan, lalu berganti baju. Kegiatan itu kira-kira selesai pada pukul setengah delapan. Aku sudah memakai atasan putih dan bawahan hitam. Outfit itu adalah outfit yang sudah ditentukan oleh peraturan tes. Awalnya, aku tidak punya atasan putih polos, ada pakaian berwarna putih, tetapi tidak polos. Dengan begitu, untuk mematuhi syarat, aku mengajak Ibuku membeli atasan putih polos di Borobudur saat jauh-jauh hari sebelum hari tes.

Aku kemudian bertanya pada temanku, Mawar (tentunya bukan nama asli), yang berada pada satu hari, satu sesi, dan satu ruang yang sama denganku. Aku berada pada sesi dua yang dimulai dari jam sebelas sampai jam satu siang. Aku bertanya padanya, “Mau berangkat jam berapa?”

“Jam setengah sembilan paling,” katanya.

Aku justru berangkat lebih awal. Jam setengah sembilan aku sudah sampai di Kanreg 1 BKN Yogyakarta. Dan temanku itu, Mawar, mungkin baru saja berangkat dari rumahnya. Aku diturunkan oleh Bapakku di depan Gerbang. Dia akan kembali saat aku selesai tes nanti pada pukul satu siang. 

Selanjutnya, aku masuk ke dalam. Aku menghampiri Pak Satpam yang berdiri kaku di dekat posnya. Tanpa aku tanyai, Pak Satpam langsung memberitahu, “Ruang satu dan dua nanti belok kiri, kalau ruang tiga nanti belok yang kanan.”

Aku menjawab, “Ya, Pak. Terima kasih.”

Aku lekas menuju ruang satu yang sudah ditunjukkan jalannya oleh Pak Satpam. Di tengah perjalanan, aku sempat memotret halaman Kanreg 1 BKN Yogyakarta.

 


Di gambar tersebut nampak mobil merah, seperti yang dijelaskan Pak Satpam tadi, jalan sebelah kiri mobil menuju ruang satu dan dua, sedangkan jalan sebelah kanan mobil menuju ruang tiga. Aku langsung menuju lokasi setelah memotret. 

Tepat saat melewati tempat mobil merah di gambar, aku membaca tulisan “drop down”. Ternyata hanya sampai situ para pengantar peserta boleh masuk. Selebihnya, para peserta pergi sendiri ke ruangnya masing-masing.

Aku melihat sebuah masjid hijau di depan gedung ruang satu dan dua. Di sana sudah ada beberapa peserta yang sekadar duduk-duduk mengisi waktu. Kemudian, aku ikut duduk-duduk juga. Suasana masih cukup sepi. Aku mencari tempat di teras masjid dan menemukan tempat yang cocok di bagian pojokan. Lalu, aku membuka gawai karena sepertinya tidak ada hal lain lagi yang bisa aku lakukan selain bermain gawai. Membaca pesan yang masuk dan menanggapinya satu persatu. Hingga beberapa saat kemudian, ada seorang peserta yang menghampiriku di pojokan teras. Ia berjalan santai, sepertinya juga ingin duduk-duduk. 

Ia tersenyum, aku balas dengan tersenyum juga, tetapi aku tambah dengan anggukan khas orang Jawa. “Sudah dari tadi, Mas?” katanya membuka percakapan.

“Iya, Mas. Saya sudah dari jam setengah delapan,” jawabku. Tentunya aku memakai bahasa Jawa krama, di situ kalimatnya aku ganti menjadi bahasa Indonesia. 

“Dari mana, Mas?” tanyanya lagi.

“Dari Magelang, Mas,” jawabku. “Masnya sendiri dari mana?” aku menambahi.

“Saya dari Temanggung,” balas Masnya.

Seketika aku kaget. Ternyata ada yang dari jauh juga. Kemudian, kami mengobrol cukup panjang dan seru. Aku sampai tahu bahwa Mas itu adalah lulusan tahun lalu, bisa dibilang dia adalah kakak tingkat yang gagal dalam tes SKD tahun lalu dan mencobanya kembali di tahun ini. Seterusnya dan seterusnya lagi, kami mengobrol tentang daerah masing-masing. Aku membicarakan apa yang aku ketahui tentang Temanggung dan dia membicarakan apa yang dia ketahui tentang Magelang, khususnya Muntilan. Dalam percakapan itu, aku juga sampai tahu kalau dia punya saudara yang ada di daerah Muntilan arah Dukun, sayangnya dia lupa nama dusun saudaranya itu. Hingga percakapan kami pun berakhir ketika dia memutuskan untuk masuk ke dalam masjid. Aku belum sempat bertanya nama kepadanya. Oleh karena itu, aku menyebut dia “Mas”.

Aku kembali membuka gawai karena merasa tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain bermain gawai. Membuka pesan yang masuk dan membalasnya satu persatu.

Tak lama berselang, hadir lagi seorang peserta yang menghampiriku di pojokan teras. Kali ini, dia seangkatan denganku. Kami mengobrol dan mengobrol. Aku sampai tahu kalau dia berasal dari Kebumen. Aku pun bertanya,”Berarti, nginep di Jogja ya, Mas?”

“Iya, Mas. Di Kota Gede, tempat saudara saya,” jawabnya.

Saat asik mengobrol, Bapak Panitia menyuruh kami untuk segera menuju tempa tunggu di depan gedung dan melarang kami untuk berkerumun. Ternyata, saking asiknya mengobrol dengan orang asing, aku sampai tidak memerhatikan kalau sudah cukup banyak orang yang tiba.

Lalu, kami berbaris memanjang. Bapak Panitia menyuruh kami mengeluarkan kartu-kartu untuk dicek. Pengecekan kartu bersamaan dengan pengecekan suhu badan. Di samping itu, para peserta juga disuruh memperlihatkan surat keterangan COVID-19. Saat giliranku tiba, aku menunjukkan semuanya kecuali surat keterangan COVID-19. Panitia mengarahkanku pada sebuah pos di dekat situ. Di sana, aku dimintai keterangan mengapa tidak membawa surat yang dimaksud. Aku memberi keterangan sesuai yang aku katakan di atas. Aku pun diampuni, tetapi sebagai tugas, aku disuruh mengabarkan pada teman lain yang akan tes SKD di hari selanjutnya untuk wajib membawa surat keterangan COVID-19, bila tidak, maka mereka tidak boleh masuk ke ruang tes.

Setelah itu, aku diarahkan menuju tempat cuci tangan dan lekas menuju tempat tunggu di depan gedung ruang satu dan dua. Di sana, aku bertemu temanku tadi, Mawar. Aku sempat memotret suasana di tempat tunggu.

 


Kami duduk di sana sekitar pukul sepuluh. Panitia memberi arahan dengan begitu jelas dan tidak membingungkan. Dia memberitahu barang-barang apa saja yang wajib dibawa ke dalam dan barang-barang apa saja yang tidak boleh dibawa ke dalam. Barang yang wajib dibawa adalah kartu-kartu, KTP, pensil, penghapus, dan bolpen. Sedangkan barang yang tidak boleh dibawa ke dalam adalah tas, aksesoris seperti: gelang, jam tangan, dan lain-lain, alat elektronik, dan ikat pinggang. Untuk perhiasan logam mulia boleh dikenakan.

Kami menunggu di situ sampai seluruh peserta sesi satu keluar gedung.

Di tengah waktu menunggu, panitia juga memastikan para peserta tidak salah ruang dan memastikan para peserta mencetak kartu-kartu ujian. Bagi yang belum mencetak, sudah disediakan jasa cetak di depan tempat tunggu. Peserta boleh mencetak di sana. Panitia juga mengatakan bahwa tidak usah membawa stopmap atau apapun itu karena akan merepotkan para peserta sendiri dan menitipkannya di tempat penitipan beserta barang-barang yang tidak boleh dibawa ke dalam.

Singkat cerita, peserta sesi satu sudah keluar semua. Kami, peserta sesi dua mulai menitipkan barang secara tertib dan mematuhi protokol kesehatan. Bagi peserta yang celananya longgar, diberi tali rafia sebagai pengganti ikat pinggang. Lalu, diarahkan menuju tempat verifikasi berkas di dalam gedung.

Peserta yang sudah selesai verifikasi berkas, diarahkan lagi menuju lantai dua. Aku tidak memiliki hasil jepretan kamera di lantai dua karena gawai kutitipkan di luar. Di tempat itu, banyak kursi berderet yang dipakai peserta untuk duduk menunggu waktu ujian. Pada bagian depan, ada sebuah televisi sangat besar yang menayangkan petunjuk teknis pelaksanaan tes. Hanya dengan melihat televisi itu, aku sudah paham teknis pelaksanaanya. Cukup mudah, seperti yang biasa aku lakukan saat ulangan online pembelajaran jarak jauh.

Aku sempat melihat jam dinding, dan jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang. Namun, tes belum juga dimulai. Aku menunggu sepuluh menit kemudian. Pada pukul sebelas seperempat, panitia mulai mempersilakan peserta masuk ke ruang ujian. Ruang di dalam cukup sejuk. Setidaknya, keringat dingin karena grogi bisa teratasi. Kami diarahkan ke masing-masing komputer yang kosong. Di depan komputer sudah disediakan lembar kertas buram untuk coretan peserta.

Tepat pukul sebelas dua puluh, kami melaksanakan tes.

Aku cukup menikmati soal-soal tes tersebut. Sudah sejak awal aku tanamkan bahwa tes ini tidak kubuat beban. Aku tidak berambisi untuk lolos dan memengerjakannya dengan santai. Syukurlah, aku bisa selesai tepat waktu. Mungkin, aku tidak bisa mengerjakan beberapa soal terkait wawasan kebangsaan, pun juga beberapa soal terkait intelegensi umum, tetapi aku biarkan saja dan aku isi sesuai insting. Setelah submit jawaban, skor langsung muncul dan ditulis di balik kartu ujian.

Pukul satu siang. 

Aku keluar dari gedung dan mengambil barangku ditempat penitipan. Panitia memberi instruksi kepada para peserta yang baru keluar untuk segera meninggalkan tempat dan pulang. Aku mematuhinya. Namun, sebelum pergi, aku sempat melihat para peserta sesi tiga duduk di tempat tunggu menunggu giliran mereka untuk tes. Aku juga mencari dua orang peserta yang mengobrol denganku tadi. Setidaknya, untuk menanyai siapa nama mereka. Syukur-syukur mendapat akun media sosial atau nomor hpnya. Namun, nihil. Sepertinya, mereka sudah pulang.

Aku pun ikut pulang dan segera berjalan ke pintu gerbang. Di perjalanan menuju gerbang, aku sempat memotret suasananya.





Aku menunggu Bapakku yang katanya akan kembali saat aku sudah selesai. Tidak lama kemudian, dia ada diseberang jalan. Aku menyebrang dan pulang.

Aku cukup senang mengobrol dengan peserta lain yang aku tidak kenal dengan mereka, dan tidak kenalan juga. Bisa mengobrol asik dengan orang lain tanpa tahu siapa nama mereka adalah hal yang cukup mengesankan. Waktu aku kecil, pasti menanyai dulu siapa nama orang yang akan aku ajak bicara. Seperti tidak ada topik lain sebagai pembuka obrolan. Namun, semakin dewasa seseorang semakin beragam pula cara mereka membuka obrolan. Tidak lagi menggunakan, “Namaku Didit. Siapa namamu?” tetapi bisa beragam hal dijadikan topik membuka obrolan.

Semoga suatu saat aku bisa bertemu dengan dua peserta itu dan akan menanyai siapa nama mereka.

Ini adalah pengalaman pertamaku seumur hidup masuk ke Kanreg 1 BKN Yogyakarta dan pengalaman pertamaku ikut seleksi sekolah kedinasan. 

Dan pengalaman kesekian mengobrol dengan orang yang tidak dikenal.

Sekian dari aku. 

Thanks, Sob!


Komentar

  1. Keren ditt, benar ternyata, sesuatu jangan terlalu dijadikan beban jalani saja, kalo jodohnya pasti diberi jalan🤗

    BalasHapus

Posting Komentar

silakan berkomentar!

Baca Juga