Orang Pengin Bahagia

sumber: zerochan.net

Ngomongin hidup tidak bakal selesai-selesai karena setiap orang pasti punya makna hidupnya masing-masing. Selain itu, ngomongin hidup juga tidak bakal selesai-selesai sampai kita sudah tidak hidup lagi, alias we were gone. Pada saat itu, kita sudah tidak bisa lagi ngomongin apapun, termasuk ngomongin hidup. Iya kan? Nah, mumpung masih hidup kita bakal ngomongin tentang kehidupan ini.

Pasti sering terlintas di telinga kalian sebuah pernyataan bahwa hidup ini seperti roda yang berputar. Kadang di bawah, kadang di atas. Ada kalanya kita sangat berbahagia dan ada kalanya juga kita sangat bersedih hati. Lumrahnya manusia. Tidak perlu dibahas lagi sebenarnya karena semua orang juga sudah tahu itu. Lalu, sebenarnya poin apa yang akan kita tekankan?

Jadi, dari pernyataan hidup ini seperti roda yang berputar, cukup banyak orang yang bilang kalau hidup itu kadang di bawah, kadang di bawah banget. Justru bukan kadang di atas.

Ungkapan seperti itu mengindikasi bahwa hidup ini tidak pernah mencapai puncak kebahagiaan. Selalu berada di bawah, di lubang dan jurang kesuraman.

Setiap orang memang memiliki pengalaman hidup yang beragam. Dengan begitu, dalam memaknai sesuatu, setiap orang berlandaskan pengalaman hidup yang ia miliki. Misalnya aku takut sekali—bukan takut sih, tetapi jijik—sama yang namanya peprek (sejenis katak yang sering nempel di tembok). Penyebabnya karena aku selalu membayangkan peprek itu akan melompat dan menempel di tubuhku dan peprek itu tidak bisa dilepas. Bayangan itu muncul berdasarkan pengalamanku saat kejatuhan cecak sewaktu berjalan. Tekstur cecak yang kenyal-kenyal bagaimana gitu membuatku jijik ketika melihat peprek pula. Namun, di luar sana pasti ada orang yang tidak jijik dengan peprek. Aku yakin akan hal itu. Pengalamanku dan pengalaman orang itu pastinya juga berbeda. Pemberian makna seekor peprek pun ikut berbeda.

Sama halnya ketika pemberian makna sebuah kebahagiaan. Antara satu orang dengan orang yang lain berbeda. Aku ketika makan sebiji durian yang legit, rasanya sudah seperti orang paling bahagia di dunia. Saking sedapnya buah durian. Di belahan dunia yang lain, pasti ada orang yang merasa bahagia ketika durian dapat musnah dari dunia ini. Saking bencinya bau durian. Bertolak belakang bukan?

Aku sebal ketika dua argumen seseorang saling dibenturkan satu sama lain tanpa tujuan untuk mencari solusi yang terbaik. Mungkin ini alasan aku tidak diikutkan lomba debat Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Untuk Bahasa Inggris beda sih, karena aku belepotan ngomong Bahasa Inggris. Namun, dalam debat Bahasa Indonesia, AKU SELALU KALAH. Seperti, “Ah, dia ada benarnya juga.” Hey, menyerah begitu saja tidak ada dalam kamus perdebatan bukan? Aku merasa lomba debat tidak ada gunanya (bagiku). Lebih baik bermusyawarah kan ya? Dibicarakan baik-baik. Dalam debat, yang dicari adalah kemenangan. Unggul-unggulan argumen. Siapa yang memiliki argumen paling kuat yang didukung dengan data dan fakta di samping penyampaian yang mudah dicerna dan dipahami, dia pemenangnya. Lalu, mosi yang dibahas hanya menjadi mosi belaka. Sepengalamanku sih begitu. 

Kita sepakat bahwa setiap orang memiliki keberagaman. 

Kembali ke puncak kebahagiaan. Orang yang merasa sedang berada di puncak kebahagiaanya ada? Kujawab ada. Siapakah dia? Kujawab orang yang sedang jatuh cinta. 

Ketika jatuh cinta, orang merasa sedang berada di puncak kebahagiaannya. Ada percikan dalam diri mereka yang membuat mereka merasa amat bahagia. Pokoknya hidup terasa berbunga-bunga. Ah indahnya hidup ini.

Kembali lagi, hal ini berdasarkan pengalamanku ketika merasa jatuh cinta dan ketika melihat orang-orang jatuh cinta di dunia nyata atau film.

Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa setiap hal enak di dunia pasti memiliki tidak enaknya. Ketika makan sate yang enak, kita harus mencuci piring kotornya yang menyebalkan. Begitu juga ketika jatuh cinta. Tidak enaknya adalah ketika cinta itu tidak terbalaskan, atau ketika jatuh cinta itu hanya menjadi jatuh cinta saja dan sadar bahwa tidak akan ada tindak lanjut. Bagaikan pungguk merindukan bulan. Rasa yang seperti itu seringnya fluktuatif, kadang di atas, kadang di bawah. Ketika berada di bawah, nah itu juga termasuk tidak enaknya.

Sebenarnya masih banyak sekali hal yang berpotensi sebagai puncak kebahagiaan seseorang. Dan itu subjektif atau tergantung pribadi masing-masing.

Jadi, kadang hidup di bawah, kadang hidup di bawah banget itu benar. Tidak lupa pula, kadang hidup di atas, kadang hidup di atas banget itu juga benar. Hidup ini seperti roda yang berputar, bukan seperti ayunan yang berayun maju dan mundur yang tak bisa sampai ke puncak putaran.

Yah, pada akhirnya kebahagiaan yang sebenarnya yaitu bisa mati dalam keadaan khusnul khotimah dan memilliki kehidupan di alam selanjutnya yang lebih baik. Namun, sebelum itu, tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain juga bisa menimbulkan kebahagian.

Be happy, Guys!!

Semoga

Komentar

Baca Juga