Persidangan Abu Inayah

sumber: freepik.com

Dueng! Dueng! Dueng! 

Suara nyaring memekakkan telinga. Tangan reot berpeluh keringat berkali-kali beradu dengan pintu besi setebal 2 cm. 

"Keluarkan aku! Keluarkan aku!"

Kerasnya lantai penjara dan rasa haus yang tak tertahankan menggerayangi sekujur tubuh. Setidaknya, itu yang dirasakan Kakek Abu yang dituduh memerkosa gadis penjual buah tadi siang. 

Kreng, Deng! 

Pintu besi terbuka tiba-tiba. Sosok penjaga berzirah yang gagah perkasa muncul di baliknya. Memasang tampang seram, sembari membentak Kakek Abu, "Diamlah! Dasar sampah masyarakat!"

"Tolong bebaskan aku!" Air matanya berderai membasahi pipi. Merintih minta belas kasih sang penjaga. Kedua tangannya mengepal, memohon layaknya pada dewa langit. 

Sang penjaga hanya diam dengan sorotan mata mengerikan. Gigi-giginya gemeretak tidak karuan. Satu ayunan tongkat besi mengenai bahu Kakek Abu dan dia jatuh tersungkur seperti tikus got. 

Penjara itu seakan-akan menelan tubuh Kakek Abu menuju kesengsaraan yang makin dalam. Angin berembus cukup kuat melalui ventilasi kecil di bagian bawah tembok penjara. Baju Kakek Abu yang tinggal sehelai berkibar karenanya. 

"Berdiri!" bentak sang penjaga, "Cepatlah ikut denganku. Pengadilan kerajaan telah menunggumu, Kakek Abu. Kusarankan kau segera mohon kebaikan para dewa supaya kematianmu terasa lebih mudah."

Kakek Abu hanya diam dan pasrah. 

Kemudian, sampailah Kakek Abu di tengah-tengah tempat pengadilan. Kedua tanganya disatukan dengan borgol besi. Sorak-sorai ejekan terdengar nyaring keluar dari mulut masyarakat yang hadir di tempat pengadilan. Suara itu memenuhi ruangan sampai Kakek Abu tak bisa mendengar apapun. Telinganya tuli seketika.

"Diam!" Pemimpin sidang hendak memulai persidangan. Suasana hening beberapa saat. Kakek Abu mendapatkan pendengarannya kembali. Pemimpin sidang melanjutkan bicaranya, "Abu Inayah, pengantar paket kerajaan yang mendapat gugatan memperkosa seorang gadis penjual buah. Bagaimana pembelaan Anda sebagai pihak terdakwa?"

"Yang Mulia, demi seluruh dewa langit saya tidak pernah melakukan hal keji seperti itu. Saya difitnah! Tadi siang, saya menonton teman saya yang sedang menyerut buah kelapa untuk dijadikan santan di rumahnya. Sepanjang hari, saya selalu bersamanya. Tiba-tiba pasukan kerajaan menangkap saya atas tuduhan tindak pemerkosaan yang bahkan tidak pernah saya lakukan."

"Bohong! Dia pembohong, Yang Mulia!" Perkataan Kakek Abu langsung dipotong oleh gadis penjual buah tadi yang duduk di kursi penuntut. 

"Kami mohon untuk diam sebelum dipersilakan berbicara. Silakan dilanjutkan dari pihak terdakwa jika masih ada yang ingin disampaikan." Pemimpin sidang mendengarkan dengan saksama. 

"Saya tidak bersalah, Yang Mulia. Jika perlu, hadirkan teman saya sebagai saksi bahwa saya bersamanya sepanjang hari." Kakek Abu menitihkan air mata. "Mungkin itu pembelaan dari saya, Yang Mulia. Saya mengharapkan kebijaksanaan dan kebaikan dari Yang Mulia."

"Selanjutnya, tanggapan dari pihak penuntut atas apa yang sudah disampaikan pihak terdakwa terkait pembelaan diri." Pemimpin sidang mempersilakan pihak penuntut untuk berbicara. 

"Dia pembohongan besar, Yang Mulia. Saya yakin betul jika dialah pelaku yang memerkosa saya. Tidak ada seorangpun di seluruh wilayah kerajaan yang tidak mengenal Kakek Abu. Semua orang tahu siapa dia. Begitu juga saya. Saya yakin tidak salah orang. Saya masih ingat betul rasa sakit yang saya terima dari tindakan Kakek Abu. Sungguh perbuatan yang tidak bermoral. Saya memiliki bukti dan saksi yang dapat memperkuat tuntutan saya kepada Kakek Abu."

Persidangan dilanjutkan dengan mempersilakan masing-masing saksi dan bukti untuk memberikan kesaksiannya. Hadirlah teman Kakek Abu yang tengah menyerut kelapa di saat waktu kejadian perkara dan hadir juga saksi dari gadis penjual buah yang memergoki kejadian pemerkosaan tersebut. 

Pemimpin sidang mempersilakan teman Kakek Abu untuk bersaksi terlebih dahulu. 

"Saya Mahfud Rofi, pembuat es santan terbaik di seluruh kerajaan. Saya bersaksi bahwa teman saya, Kakek Abu Inayah, selalu bersama saya sepanjang hari. Menemani saya menyerut kelapa dari proses selumbat hingga kejadian penangkapan. Tidak mungkin dia melakukan pemerkosaan, sementara dia selalu di samping saya."

Setelah itu, kesaksian dilanjutkan dari pihak penuntut. 

"Saya Dufan Ancol. Pelawak kerajaan yang kebetulan sedang berjalan-jalan di luar kerajaan. Di siang bolong, saya melihat ada dua pasang sejoli yang melakukan perbuatan tidak bermoral di sudut kota. Saya kira, itu hanyalah muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Saya memperhatikan dari jauh. Namun, lama-kelamaan salah satu pihak tampak tersiksa dan mencoba minta tolong. Setelah itu, saya baru 'ngeh' kalo itu merupakan tindak pemerkosaan. Saya langsung lari menolong gadis tersebut dan pemerkosa terlanjur kabur seperti pengecut di medan perang. Saya paham betul ciri-cirinya. Dan pengecut itu kini tengah berdiri di depan kita semua."

Selain itu, gadis penjual buah juga menunjukkan bukti sebuah pin tembaga lambang Keluarga Inayah yang jatuh tidak sengaja saat pemerkosa lari terbirit-birit. 

Melihat barang tersebut, Kakek Abu dan temannya kaget setengah mati. Bagaimana gadis itu bisa mendapatkan pin tembaga lambang Keluarga Inayah? 

Pihak kerajaan menunda persidangan karena kesaksian dan bukti dari kedua belah pihak cukup kuat. Mahfud Rofi dikenal sebagai penjual es santan terbaik paling jujur se-wilayah kerajaan. Perlu dipertimbangkan lagi seluruh ucapannya. Sementara itu, dari pihak penuntut juga memiliki bukti kuat bahwa pelakunya merupakan Kakek Abu. Dibuktikan dari pin tembaga lambang Keluarga Inayah. Namun, kejujuran dari pelawak Dufan Ancol perlu dicurigai. 

Akhirnya, diputuskan untuk menanyakan satu hal lagi kepada Mahfud Rofi saat nanti persidangan telah dilanjutkan kembali.

Persidangan kembali dilanjutkan beberapa jam kemudian. Masyarakat masih berada di tempat dan menunggu keputusan apa yang akan diambil. Kakek Abu tampak pasrah, keringat dingin terus mengucur dari keningnya. Berharap semua orang memercayai perkataan Mahfud Rofi bahwa Kakek Abu bukanlah pemerkosa gadis penjual buah. 

Mahfud Rofi diberi pertanyaan tentang kejadian ketika dia bersama Kakek Abu. Apakah dia senantiasa bersama Kakek Abu sepanjang hari atau tidak? 

Mahfud Rofi tidak tahu tujuan pemimpin sidang bertanya akan hal itu. Yang dia tahu, dia akan selalu menjawab jujur seluruh pertanyaan yang diajukan. Menjawab sesuai keadaan sebenarnya. Dia mulai bersuara, "Saya yakin betul Kakek Abu tidak beranjak dari tempat dia memerhatikan saya menyerut kelapa. Namun, ada kalanya dia pergi sebentar untuk melakukan sebuah urusan dan tidaklah mungkin waktu sesingkat itu digunakan untuk melakukan tindakan tersebut."

Para saksi sudah cukup memberikan kesaksiannya dan diperbolehkan melanjutkan aktifitasnya masing-masing. 

Beberapa waktu kemudian, diputuskan hasil persidangan bahwa Kakek Abu dinyatakan bersalah. Pengambilan keputusan itu didasari oleh ditemukannya pin lambang Keluarga Inayah yang hanya dimiliki oleh Kakek Abu sebagai anggota Keluarga Inayah terakhir. Tak ada seorang pun lagi. Selain itu, keterangan yang diberikan oleh Mahfud Rofi terdapat celah saat Kakek Abu pergi sementara waktu. Di saat itu lah Kakek Abu dianggap melakukan tindak pemerkosaan. Juga, waktu tersebut sama persis dengan waktu tindak pemerkosaan terjadi. 

Semua orang bersorak-sorai merayakan kemenangan gadis penjual buah. Pikir mereka, sudah sepantasnya pemerkosa dihukum seberat mungkin sesuai perbuatan yang telah dilakukannya. 

Kakek Abu dipersilakan naik ke panggung hukuman penggal kepala. Melewati deretan obor api penerang yang seakan memberi tahu Kakek Abu bahwa kematian segera menjemput. Pedang besar yang perlu diangkat dengan dua tangan algojo perkasa siap mengiris tengkuk Kakek Abu. Silau logamnya menyinari seluruh langit malam hingga malam terasa lebih terang. Algojo sudah mengangkat pedang tersebut melewati atas kepala. 

Prasss! Tebasan bergerak cepat!

Tamatlah riwayat Kakek Abu. Kepalanya menggelinding seperti bola sepak. Darahnya muncrat seperti air mancur. Bajunya yang tinggal sehelai berganti warna menjadi merah segar. 

Sesaat setelah itu, ada kuda yang meringkik sangat keras dan mengambil perhatian semua orang di lapangan. Kuda tersebut ditunggangi oleh sosok yang tidak terduga-duga! Semua orang melihatnya dari kejauhan dan menganga tidak percaya. 

"Abu Inayah yang bijak telah tewas dieksekusi! Selamat!" kata orang itu. Dia memandang ke arah gadis penjual buah dan berkata lagi, "Halo, gadisku. Perkenalkan, saya Tohir Inayah. Terima kasih atas permainan indah yang telah kita lakukan."

Gadis penjual buah terkejut melihat wajah orang itu. Wajahnya begitu mirip dengan Kakek Abu! Dia juga kaget akan perkataan orang itu. Ternyata dialah yang telah memperkosa si gadis penjual buah, Kakek Abu tidak bersalah begitu juga kesaksian Mahfud Rofi benar adanya. Tak kuat menahan kenyataan yang ada, gadis penjual buah langsung jatuh pingsan. 

Pihak kerajaan yang merasa tertipu bergegas mengejar Tohir Inayah, sosok pemerkosa yang sebenarnya. Tidak menunggu lama, Tohir Inayah kabur menyelamatkan diri tanpa ada rasa tanggung jawab sama sekali. Dasar pengecut! 

"Mari kejar saya, Yang Mulia. YIIIHAAAAA!"

Seluruh pasukan kerajaan mengganas dan memburunya sampai ujung dunia. 

Sementara itu, dua pria misterius di pojok lapangan saling berbisik pelan, "Kau tahu siapa Tohir Inayah? Dialah saudara kembar Kakek Abu yang hilang di Hutan Kematian 30 tahun silam."

TAMAT

Komentar

Baca Juga