Semua Sekolah Itu Sama

sumber: pixabay.com


Seringkali, aku membaca, mendengar, atau memperhatikan ungkapan yang berbunyi bahwa semua sekolah itu sama atau tidak berbeda antara satu dengan lainnya. Jika kuperhatikan, ungkapan itu sejatinya hanya sekadar ungkapan penenang dan kebenarannya sangat-sangat bisa ditangkal.

Aku memiliki sebuah cerita rekaan yang akan menggambarkan bagaimana ungkapan semua sekolah itu sama biasa digunakan oleh segelintir orang. Tentunya, segelintir orang yang kurang memahami bahwa setiap sekolah pasti memiliki perbedaan dan kualitasnya masing-masing.

Cerita tersebut berawal dari seorang gadis yang baru saja lulus Sekolah Dasar. Dia bingung hendak melanjutkan sekolah ke mana. Dia diberi banyak masukan oleh teman, guru, orang tua, dan saudara-saudaranya. Ada yang menyarankan masuk SMP. Ada yang menyarankan masuk MTs. Ada yang menyarankan masuk pesantren. Ada yang menyarankan sekolah swasta. Ada juga yang menyarankan sekolah negeri. Bermacam-macam.

Gadis itu mengalami kebingungan yang luar biasa. Karena masih kecil, dia tidak paham bagaimana sekolah-sekolah di luar sana bisa disebut pelbagai macam. SMP lah, MTs lah, pesantren lah, swasta lah, negeri lah, padahal pikir gadis itu semua nama itu intinya adalah tempat belajar setelah dia lulus Sekolah Dasar. Hanya itu.

Kebingungan itu selesai ketika dia memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke sebuah sekolah favorit di daerahnya. Sebut saja SMP Negeri 1 Muntilan. Keputusan itu diambil atas dasar masukan salah seorang guru yang melihat nilai gadis itu sepertinya mampu bersaing masuk ke sana.

Masa pendaftaran telah dibuka. Benarlah gadis itu mendaftar ke SMP Negeri 1 Muntilan. Seluruh rangkaian pendaftaran dijalani olehnya dengan sangat baik. 

Beberapa waktu kemudian, muncul pengumuman siswa yang diterima. Dia tidak sabar melihat hasil pengumuman itu dan berekspektasi tinggi bahwa dia pasti diterima di SMP Negeri 1 Muntilan. Sayang, realita yang dia terima tidak sejalan dengan ekspektasi yang dia pasang. Nama gadis itu tidak ada di pengumuman yang berarti dia telah gagal. 

Mendapati hal pilu seperti itu, dia menangis sedih. Lalu, dia pasrah mau sekolah di mana saja. Yang penting sekolah. Akhirnya, dia didaftarkan ke salah satu sekolah swasta yang ecek-ecek dengan biaya SPP murah dan gedung sekolah yang tidak bertingkat. Di dalam relung hatinya, ia tidak menerima kenyataan tersebut. Namun, apa daya. Dia telah kehilangan kesempatan untuk bersekolah di SMP Negeri 1 Muntilan dan kenyataan itulah yang bisa dia dapatkan sekarang. Banyak orang-orang yang memberi semangat kepadanya. Salah satu dari mereka ada yang memberi nasihat paling luar biasa di seluruh dunia. Sebuah nasihat yang mampu menimbulkan silau melebihi silau botak Boboho. Sebuah nasihat yang mampu membuat Justice League dan Avengers bertekuk lutut mengaguminya. Yaitu nasihat yang berbunyi, “Semua sekolah itu sama, sudah tidak apa-apa.” Pffft.

Akan tetapi, lama-kelamaan dia mulai sabar dan terima nasib yang telah Tuhan beri. Dia beruasah sekuat tenaga dalam belajar dan memperoleh nilai maksimal sehingga kegagalan masuk SMP Negeri 1 Muntilan bisa terbalas dengan berhasil diterima di SMA Negeri 1 Muntilan.

Sayang sungguh sayang. Ternyata keberuntungan juga masih belum berpihak kepadanya. Dia gagal masuk SMA Negeri 1 Muntilan. Orang-orang sekitarnya juga memberikan nasihat yang sama seperti ketika dia gagal masuk SMP Negeri 1 Muntilan beberapa tahun silam. “tidak apa-apa, sekolah itu sama di mana saja.” Pfft.

Dia berusaha keras lagi supaya dua kali kegagalannya itu terbayar lunas saat masuk perkuliahan. Dia ingin masuk Universitas Gadjah Mada dan berambisi besar bisa diterima di sana. Tiga tahun kemudian, dia telah menyelesaikan masa belajarnya di SMA swasta itu dengan baik. Nilainya bagus-bagus dan dia pede bakal diterima Universitas Gadjah Mada. 

Wkwkwk, sepertinya memang kesialan terus menghantuinya. Segala jalur telah dilewati supaya peluang masuk UGM menjadi besar. Namun, segala jalur itu gagal semuanya. Untuk yang ketiga kali, gadis itu mengalami kegagalan besar tak terampuni seumur hidup. Di saat-saat seperti itu, orang-orang terdekatnya masih saja memberi nasihat sialan yang sama seperti kegagalan-kegagalan sebelumnya. “Tidak apa-apa, semua universitas itu sama.” Fakk, emosi saya!

Begitu terus hingga ke segala aspek kehidupan. Ketika gadis itu telah masuk usia kerja dan mengalami kegagalan dalam mencari pekerjaan yang dia inginkan, orang-orang sekitarnya bernasihat lagi seperti ini, “Tidak apa-apa, semua pekerjaan sama saja.” Ckckckck.

Lagi, sewaktu gagal menikah dengan lelaki pujaannya dan akhirnya dipersunting lelaki hasil perjodohan orang tua, gadis itu dinasihati oleh orang sekitar seperti ini, “Tidak apa-apa, semua lelaki itu sama.” Hmmm seperti tidak asing. Fufufuffu.

Itu 

Cerita

Fiktif

Belaka

Ya 

Bro

Semua sekolah, universitas, pekerjaan, lelaki, perempuan, dan segala hal di dunia ini adalah berbeda antara satu sama lain.

Terutama dalam experience-nya. Misal, di sekolah A terdapat laboratorium sedangkan di sekolah B tidak ada laboratorium, kalau ada pun laboratoriumnya tak sebagus sekolah A. Lagi, kesempatan menang lomba di sekolah A lebih tinggi daripada kesempatan menang lomba di sekolah B karena sistem pelatihan yang berbeda. Dan masih banyak experiences yang lain.

Aku kurang setuju dengan ungkapan semua sekolah itu sama. Begitu juga dengan kebijakan zonasi dengan dalih pemerataan kualitas pendidikan. Menganggap bahwa semua sekolah itu sama. Jadi, tidak masalah bersekolah di mana saja asalkan dekat dengan tempat tinggal.

Bro, beda, Bro. Setiap sekolah itu beda, Bro. 

Bukankah lebih baik jika diperbaiki saja sistem pendidikan di masing-masing sekolah. Siswa bebas memilih sekolah yang dia suka tanpa terikat aturan zonasi. Sama seperti sistem pasar monopolistik. Sekolah bebas mengatur kualitasnya masing-masing dan bersaing antara satu dengan lainnya. Masing-masing sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan dan siswa pastinya bisa mempertimbangkan hal tersebut. 

Mungkin, ungkapan semua sekolah itu sama sudah tidak relevan lagi. Bisa diganti dengan semua sekolah itu berbeda, Harus disadari. Yang terpenting adalah berharap mendapatkan tempat yang paling baik dan bisa melewatinya dengan lancar. 

Komentar

Baca Juga