Hari 1 ~ Buku
sumber: pixabay.com |
#30DaysWritingChallenge
Ini adalah tulisan pertama di 30-Day Writing Challenge dengan topik buku.
Mendengar kata buku, aku langsung kepikiran dengan setumpuk buku milikku yang terbengkalai di kamar depan dengan debu tebal menutupinya. Buku-buku yang bagus, sayang aku tidak punya tempat yang cukup untuk menyimpannya. Di rumahku, ada satu lemari kaca yang memang disiapkan untuk menyimpan buku-buku. Namun, satu lemari kaca nyatanya masih tidak cukup.
Aku punya lebih dari sepuluh buku yang terbengkalai di kamar depan. Kebanyakan buku baru yang aku beli belum lama ini. Ya sekitar satu atau dua tahun yang lalu. Buku-buku murah hasil berburu di Toko Buku Taman Pintar, biasanya sih disebut shopping center atau shopping saja. Beberapa hari yang lalu, aku sempat merapikannya kembali. Aku menatanya ke dalam kardus kotak dengan rapi. Awalnya saling tumpang tindih tidak karuan, sampai-sampai ada buku yang tertekuk menyedihkan. Sekarang, sudah kuluruskan kembali. Untuk sementara, aku biarkan saja di dalam kardus kotak sembari menunggu orang tuaku membelikan rak buku tambahan yang entah kapan akan dibeli.
Aku suka baca buku. Aku sadar bahwa kegiatan menulis itu perlu amunisi dan salah satu amunisinya adalah membaca. Sebenarnya, membaca bisa di mana saja, tidak harus membaca buku. Ketika bermain media sosial pun aku juga membaca. Namun, tentunya membaca buku fisik memiliki sensasi yang berbeda dengan membaca tulisan digital. Tulisan digital memang nagih, rasa ingin scroll terus menggerayangi tubuh. Sementara itu, membaca buku fisik kadang membuat ngantuk jika bacaanya terlalu berat. Hal itu juga menjadi pertimbanganku dalam membeli buku. Kira-kira membeli buku yang benar-benar menarik dan betah aku membacanya.
Aku suka berburu buku murah lewat bazar-bazar buku yang sering diadakan di kotaku dan sekitarnya. Di bazar, aku bisa mendapatkan buku dengan harga miring. Bahkan pernah dapat tiga buku dengan harga hanya sepuluh ribu rupiah saja. Waktu itu, dapat buku komik. Sepertinya, diadakan bazar seperti itu tujuannya supaya simpanan buku yang tidak laku terjual dapat mudah terjual dengan harga miring.
Aku masih ingat pertama kali aku menghadiri bazar buku yaitu bazar buku di gedung PDAM Kabupaten Magelang, waktu masih duduk di bangku MTs. Aku merasa bahagia sekali melihat ribuan buku dijual dengan harga miring. Rasanya ingin kubeli semua buku itu tanpa tersisa satu pun. Aku merasa puas membeli beberapa buku dan kejadian itu menjadi titik awal aku suka berburu bazar buku.
Mundur beberapa tahun kebelakang, saat aku masih duduk di bangku MI. Mungkin masa ini juga mempengaruhi diriku dalam kesukaan terhadap buku. Sekolahku memiliki satu perpustakaan kecil di lantai dua. Perpustakaan yang pengap dengan rak buku berjajar menempel dinding. Perpustakaan itu dijaga oleh Pak Irwan. Para siswa tidak diperkenankan memakai sepatu saat masuk ke perpustakaan. Hanya segelintir siswa yang betah di perpustakaan sempit itu. Salah satunya adalah aku. Aku sering membaca buku bergambar anak-anak, kadang buku cerita, kadang buku tebak-tebakan gambar. Saat itu, rasanya aku ingin sekali duduk diam berjam-jam di perpustakaan sembari menyelam di antara buku-buku. Namun, tidak bisa karena waktu istirahat sangat singkat. Ditambah lagi ada patung anatomi manusia yang sangat menakutkan berdiri di sudut perpustakaan. Gosipnya, patung anatomi itu sering berjalan sendiri di malam hari dan mengetuk pintu perpustakaan. Aku merinding saat membaca buku sendirian di perpustakaan.
Untungnya, di rumahku dulu sangat banyak buku bacaan. Entah itu dari paman, bibiku, entah itu dari kakekku. Aku kurang tahu. Yang aku tahu, ada satu majalah milik Pemerintah Kota Semarang yang selalu tiba rutin kalau tidak setiap minggu, setiap bulan di rumahku. Majalah itu milik kakekku, dia mendapatkannya karena jabatannya sebagai ketua RW. Aku sering membaca majalah itu. Baik majalah edisi lawas, maupun majalah edisi terbaru. Biasanya, kakekku menyimpan tumpukan majalah edisi lawas di lantai dua. Aku rela naik ke lantai dua yang menakutkan demi membaca majalah edisi lawas karena saking penasarannya.
Ya itu sekarang menjadi sebuah cerita.
Menurutku membeli buku tidak ada ruginya meskipun buku itu pada akhirnya tidak sempat terbaca. Buku bukan barang sekali rusak. Buku dapat bertahan puluhan tahun sampai generasi anak cucu. Buku-buku yang tidak sempat terbaca itu bisa menjadi investasi jangka panjang yang dapat dinikmati manfaatnya di masa yang akan datang.
| Tulisan ini adalah salah satu tulisan dari #30DaysWritingChallenge yang aku tulis untuk menantang diri sendiri menulis 30 hari berturut-turut sesuai topik yang sudah ditentukan.
Komentar
Posting Komentar
silakan berkomentar!