Kembali

Laila, Esti, Desti, Rizka
Alip, Adit, Fachrol

Hai

Aku ingin nulis. Sudah lama sekali aku tidak menulis di blog ini. Jika ditanya kapan terakhir kali aku nulis, seingatku ketika menulis tentang tantangan menulis 30 hari di bulan Juli lalu, dan sepertinya tantangan itu gagal. Tanganku di serang scabies yang menyebalkan sehingga tak dapat digunakan untuk menulis di waktu itu. Gatal begitu menggeranyangi sampai-sampai aku tak bisa fokus menekan papan ketik. Lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk menggaruk tangan satu sama lain daripada menekan papan ketik. Menyiksa, di satu sisi, aku ingin sekali menyelesaikan tantangan itu dan di sisi yang lain, aku kesusahan melakukannya. Untuk sementara waktu, aku berhenti menulis sejenak sembari menunggu scabies ini hilang atau setidaknya sudah tidak lagi menggangguku menulis. Setelah itu, aku melanjutkan tantangan itu lagi. Ternyata tidak, sampai saat ini, scabies itu masih ada dengan frekuensi penyerangan yang lebih sedikit daripada sebelumnya. Aku masih melakukan proses pengobatan untuk mengatasinya.

Itu alasan mengapa aku tidak menyelesaikan tantangan itu. Mungkin, suatu saat aku akan menyelesaikan semua tema tantangan itu dengan waktu yang tidak ditentukan. Namun, aku yakin aku akan tetap menyelesaikannya karena seseorang sudah bersusah payah menuliskan tema itu untuk kujadikan 30 days writing challange. Caraku menghargai usahanya adalah dengan membuat tulisan tentang tema-tema itu.

Tulisan ini berisi tentang apa yang aku alami beberapa waktu terakhir ini. Menurutku, sangat banyak hal yang sudah aku alami beberapa waktu terakhir. Mengapa demikian? Karena beberapa waktu terakhir aku melakukan migrasi atau aku bisa menyebutnya urbanisasi. Perpindahan manusia dari suatu tempat yang kurang maju ke tempat yang lebih maju. Ya, aku pindah ke DKI Jakarta.

Sebelum itu, aku teringat tentang perkataan guruku (sekaligus pamanku) Pak Bambang yang sangat sering memberi aku pengalaman mengikuti berbagai perlombaan saat masih duduk di bangku MTs. Mungkin bagi Pak Bambang, itu hanyalah sebuah perkataan basa-basi belaka yang diucapkannya untuk mengisi waktu luang bersamaku sembari berjalan di jalanan sempit Kota Depok setelah perjalanan bus yang panjang dan melelahkan. Seingatku, dia berkata kepadaku bahwa suatu hari nanti aku akan hidup di Jakarta. Simpel. Hanya kalimat seperti itu. Pada waktu itu, aku juga menganggapnya sebagai basa-basi belaka. Ah mana mungkin aku hidup di Jakarta, wong hidupku aja di Magelang. Namun, aku mengamininya dalam hati karena waktu itu aku juga berharap dapat kuliah di STAN (Sekarang PKN STAN). Pikirku tinggal di Jakarta sama artinya dengan kuliah di STAN. Seingatku lagi, dia mengatakan itu juga diiringi dengan ucapan karena aku sudah cukup sering ke Jakarta daripada teman di daerahku yang lain. Dulu, aku pergi ke Jakarta sebanyak tiga kali. Angka yang tidak sedikit bagiku karena rata-rata temanku hanya pergi satu kali ke Jakarta saat study tour sekolah. Tiga kali ke Jakarta adalah pengalaman yang luar biasa. Pertama, saat mengikuti lomba roket air nasional yang diadakan oleh kementerian riset dan pendidikan tinggi. Kedua, saat mengikuti lomba robotika nasional yang diadakan oleh kementerian agama. Ketiga, saat ikut study tour sekolah di Dufan Ancol.

Sekarang, perkataan Pak Bambang benar-benar terjadi. Aku hidup di Jakarta.

Keajaiban ini membuatku semakin percaya bahwa apapun harapan manusia pasti dapat terkabulkan meski memerlukan waktu yang sangat panjang dan dalam bentuk yang kadang tidak sesuai dengan apa yang manusia itu inginkan.

Aku pergi ke Jakarta tanggal 30 Juli 2022 dan sampai di indekos sehari setelahnya dengan mengendarai kereta Sembrani Tambahan yang berangkat pukul setengah dua belas malam. Aku pergi ke Jakarta tidak didampingi kedua orang tuaku. Aku dititipkan orang tuaku kepada orang tua temanku Nopal. Saat ini, aku satu indekos dengan Nopal. Satu indekos dengan kamar yang berbeda. Menurutku itu baik karena kebiasaanku dengan kebiasaan Nopal pasti berbeda. Aku tidak bisa rapi sedangkan Nopal sepenglihatanku adalah orang yang rapi. Dari hal sekecil itu, dapat dibayangkan bagaimana kehidupan kami jika berbagi kamar. Satu sisi kamar akan terlihat rapi sementara sisi kamar yang lain akan terlihat berantakan. Tentunya tidak enak dilihat mata.

Selain Nopal. Aku juga bertemu dengan banyak teman yang lain yang dulu hanya bisa bertemu di zoom sekarang bisa bertemu langsung. Bahkan, kami melakukan sesi foto bersama dan itu pertama kalinya kumpul kelas secara offline.

Senang rasanya bisa merasakan perasaan seperti ini. Yah, semoga saja semua bisa baik-baik saja dan berjalan lancar sebagaimana mestinya.


Komentar

Baca Juga