Hari 16 ~ Kasur

 
sumber: pixabay.com

#30DaysWritingChallenge


Ini adalah tulisan keenam belas di 30-Day Writing Challenge dengan topik kasur.

Siapa yang tidak tahu dengan benda bernama kasur? Tidak ada. Bahkan semua orang di muka bumi pasti mengetahuinya kecuali bayi-bayi yang baru lahir, mereka hanya tahu menangis dan menangis. Ibu mereka saja mereka tidak tahu siapa, apalagi kasur. Intermezo. 

Aku memasang gambar kasur, tetapi tidak hanya kasur di dalamnya, ada juga ranjang, kursi, pintu, tembok, dan meja. Sepertinya itu gambar indekos di luar negeri yang penampakannya begitu rapi dan enak dipandang mata. Barang-barang di dalam indekos tersebut tampak asing yang menandakan bahwa anggapan indekos tersebut bukan indekos di Indonesia semakin meyakinkan. Coba saja lihat pasangan kasur dan ranjang yang tampak tidak biasa. Apabila itu di Indonesia, biasanya kasur yang diberi ranjang adalah kasur kapuk dengan motif khas garis-garis putih di atas kain berwarna pink, biru, atau hitam. Di situ? Sepertinya kasur busa. Toh kasur busa biasanya juga tidak memiliki tekstur di permukaannya alias mulus seperti kulit artis internasional. Selain itu, apabila itu kasur busa, motif kasurnya pun berbagai macam gambar seperti gambar klub sepak bola atau gambar bunga warna-warni. Misalkan ada kasur seperti itu di Indonesia pun pastilah bukan kasur orang-orang menengah ke bawah. Kasur yang tidak membumi bagi masyarakat Indonesia. Apakah kasur itu salah? Tidak juga, hanya saja agak sedikit berbeda dengan kasur pada umumnya di negara Indonesia.

Sebenarnya aku agak bingung dengan konsep kasur. Ada istilah spring bed. Spring artinya pir dan bed artinya tempat tidur. Jadi spring bed bisa diartikan tempat tidur yang terbuat dari pir. Hal ini berbeda dengan kasur pada umumnya yang terbuat dari kapuk atau busa. Namun, spring bed pun ada yang menyebutnya sebagai kasur. Lalu, apakah kasur sama dengan spring bed? 

Menurutku, kasur berbeda dengan spring bed meskipun terkadang masyarakat sering menyebut keduanya dengan istilah kasur saja. Perbedaanya terletak pada penggunaan ranjang. Apabila terdapat ranjang dan terpisah dari benda yang dimaksud, maka benda yang dimaksud dapat dikategorikan sebagai kasur apapun bahan pembuatannya. Apabila terdapat ranjang dan menyatu dengan benda yang dimaksud, maka benda tersebut dapat dikategorikan spring bed, apalagi terdapat pir di dalamnya, sudah pasti itu spring bed.

Kemudian, bagaimana jika benda yang dimaksud tidak diletakkan di atas ranjang? Masuk kategori apa? 

Menurutku itu masih bisa dimasukkan ke dalam kategori kasur. Pernah lihat anime Doraemon? Di anime itu, kadang kala tampak Nobita yang menggulung sesuatu setelah tidur. Itu termasuk kasur meskipun tidak terdapat ranjang di bawahnya. Begitu juga dengan matras sekolah yang berwarna hitam atau hijau tua, itu termasuk kasur meski tidak terdapat ranjang di bawahnya. Toh juga bakal butuh usaha yang berlebih untuk angkat junjung jika matras sekolah diberi ranjang di bawahnya. 

Satu lagi jenis kasur yang unik adalah kasur yang berkamuflase menjadi tikar. Kasur ini membingungkan fungsinya. Mau dibilang sebagai kasur, tetapi kurang empuk dan tipis untuk sekelas kasur. Mau dibilang sebagai tikar, tetapi terlalu empuk dan tebal untuk sekelas tikar. Akhirnya kasur jenis ini difungsikan nanggung atau bahkan malah multifungsi. Bisa dijadikan tikar yang dapat dibuat untuk tidur. Ciri kasur ini memiliki tekstur kotak-kotak bergelombang dan dapat digulung layaknya tikar. Motifnya adalah bunga dan tanaman di tengah-tengah kasur. Biasanya diletakkan di depan TV dan tergeletak toples-toples camilan di sekitar kasur ini. Tidak luput, terdapat pula kaleng obat nyamuk di ujung kasur yang mengeluarkan asap tipis pelindung manusia dari gigitan nyamuk di kala menonton TV. Yakin, permukaan kasur ini sangat dingin, sejuk, dan nyaman nempel di kulit. Masih ada nilai positifnya meskipun kasur ini tipis setipis asap obat nyamuk tadi.

Kalau aku disuruh milih tidur di kasur apa, aku akan menjawab tidur di kasur hotel. Ah, sensasinya luar biasa. Entah kenapa tidur di kasur hotel memiliki kesan tersendiri bagiku. Pasti karena faktor anak ndeso yang jarang merasakan sensasi tidur di kasur hotel yang empuknya sampai seperti memijat tulang belakang. Namun, memang tujuan hotel seperti itu juga, sih. Memberikan jasa pelayanan penginapan yang paling baik. Tidak heran jika ada banyak orang yang kebetulan merasakan hal yang sama denganku. Ya, meskipun anak ndeso, aku juga pernah tidur di kasur hotel beberapa kali. Tidak banyak, kok, bisa dihitung jari. Mungkin jika ditanya harapan kedepan apa, aku akan menjawab memiliki kasur hotel sendiri di rumah. Entah akan berhasil memberikan efek yang sama atau tidak. Rasa-rasanya itu bukan masalah di kasurnya, tetapi suasana ruangannya.

Berbagai kasur yang ada di muka bumi ini hanya berbeda di bahan pembuatannya saja. Ketika ditemukan bahan yang lebih empuk, murah, dan nyaman, pasti jenis kasur akan diperbaharui terus menerus. Perbaharuan kasur tersebut tidak menghilangkan fungsi utamanya sebagai tempat tidur manusia. Selama manusia itu nyaman dengan kasur yang ia miliki, maka itu adalah kasur terbaik yang pernah ada meskipun itu hanya kasur yang terbuat dari tumpukan kardus bekas. Jika memang nyaman dan bisa tidur dengan nyenyak, tidak masalah, bukan?

Momen apa yang paling berkesan ketika di atas kasur? Nonton TV di tengah hujan lebat sembari memakan mie di atas kasur. Uh, mantab, Coy!


| Tulisan ini adalah salah satu tulisan dari #30DaysWritingChallange yang aku tulis untuk menantang diri sendiri menulis 30 hari berturut-turut sesuai topik yang sudah ditentukan.

Komentar

Baca Juga