Misteri Kematian Ternak Suharman

Kejadian pagi itu menggegerkan Suharman dan para tetangganya. Lima ekor kambing milik Suharman telah mati tanpa kejelasan. Kambing-kambing yang seharusnya bisa disembelih kini tinggal onggokan bangkai yang menyedihkan. Pucat dan tak ada luka satupun di sekujur tubuh mereka. Fakta itu mencegah tuduhan Suharman terhadap binatang-binatang buas yang kerap berlalu-lalang di hutan samping kediamannya. Jika itu ulah binatang-binatang buas, pastilah ada bekas cabik-cabik di tubuh kambing-kambingnya.

Sampai pukul sepuluh pagi, Suharman dan tetangganya belum selesai mengubur onggokan bangkai tersebut. Sampai saat itu pula, belum diketahui dengan gamblang apa (atau siapa) penyebab tewasnya kambing-kambing milik Suharman. Rasa penasaran pun menyelimuti benak Suharman dan tetangganya.

“Apa yang akan kau lakukan?” tanya salah satu tetangga pada Suharman yang raut mukanya menunjukkan kebiruan hati yang sedang mendung dan merenung.

“Tak tahu,” jawabnya singkat.

Suharman meneteskan air mata. Sebab, kelima kambing itu adalah hewan ternak berharga miliknya. Bisa dibilang, penghasilan utama Suharman berasal dari hewan ternaknya itu. Sekarang apa? Mereka telah mati dengan sia-sia. Sungguh tega siapapun yang telah melakukan perbuatan keji semacam ini. Ia mulai beranjak dari tanah kubur hewan ternaknya dan balik ke kandang untuk merapikan sesuatu yang bisa ia rapikan. Ia sempat berpikir untuk membeli beberapa hewan ternak dan mulai semuanya dari awal lagi. Harapannya, kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali.

Ia merapikan rumput-rumput pakan yang sepertinya akan ia berikan saja ke ternak milik tetangganya supaya bermanfaat. Ia juga membersihkan lantai kandang dengan pel dan sikat. Tali-tali penjerat leher ternak ia gulung supaya tidak terurai-berai. Setelah sekiranya semua beres, ia pulang dan akan menenangkan diri di dalam rumah. Namun, di ambang pintu kandang, ia temukan sebuah benda kecil yang tampak akrab baginya.

“Hey! Kenapa ada di sini? Bukankah ini cincin di atas meja rumahku yang sering tiba-tiba jatuh sendiri di pagi hari?”

Suharman langsung memungutnya dan memandangi cincin tersebut dengan saksama. Ia pikir seperti ada yang aneh. Bagaimana benda itu tiba-tiba bisa ada di sini?

“Ini sungguh aneh, masa, cincin ini bisa menggelinding dengan sendirinya sampai sini?” katanya sembari berpikir sejenak. Namun, ia belum menemukan alasan masuk akal sehingga dibiarkanlah saja perihal cincin di kandang ternak itu. Ia pulang dan meletakkan cincin tersebut di tempatnya semula, di atas meja.

Suharman siang itu hanya duduk-duduk di teras dan melamun sendirian seperti orang gila. Tiba-tiba ia teringat kenangan masa lalu bersama ayahnya yang pernah menceritakan sebuah legenda mengenai makhluk penghisap darah. Memori otaknya seakan saling tertaut dan menghubungkan peristiwa demi peristiwa sehingga tampak seperti ada benang merah yang masih samar-samar. Seketika itu juga, ia bangun dari tempat duduknya dan menuju rak buku tinggi di ruang tengah untuk mengambil sebuah buku tua lawas yang sering ditunjukkan oleh ayahnya dulu.

Ia membaca legenda itu kembali dan ciri-ciri korban dari makhluk ini persis seperti apa yang ia temukan pada bangkai kambingnya. Ada sesuatu yang menarik tentunya.

Pikiran rasionalnya mulai goyah. Suharman tidak begitu memercayai legenda, terutama hal mistis dan supranatural. Namun, untuk kasus kali ini, ia sedikit percaya dan curiga peristiwa ini adalah perbuatan “mereka” yang tidak kasat mata. Sayangnya, Suharman tidak tahu bagaimana cara membuktikan dugaan tersebut.

Matahari semakin condong ke ufuk barat. Suharman kembali duduk-duduk di teras dan melamun.

Klinting!

“Suara apa itu?” tanyanya.

Suharman menghampiri suara benda terjatuh tersebut. Lalu, menemukan bahwa cincin yang tadi ia letakkan telah terjatuh ke lantai kayu rumahnya. Ia memungutnya dan memandanginya sekali lagi. Tak lama kemudian, ia justru mengantongi cincin tersebut dan dibawa ke teras sambil duduk-duduk kembali.

Tak sampai lima menit, tiba-tiba Suharman berdiri dan bergegas pergi menuju tempat di mana cincin itu berada. Ia memeriksa apakah ada kejanggalan di tempat tersebut. Matanya teliti melihat senti demi senti permukaan dinding dan lantai kalau-kalau di sana ada sesuatu yang aneh. Ternyata memang benar, ia merasakan aura aneh yang menguar dari sekitar cincin itu biasa diletakkan. Tak terlihat, tapi bisa dirasakan oleh insting Suharman. Ia segera mengeksplor tempat tersebut lebih dalam dan mencari-cari petunjuk berharga.

Jackpot! ia menemukan lubang retakan kayu yang tercium bau busuk menyengat dari dalamnya. Suharman mengernyitkan dahi dan menutup hidung karena tidak kuat pada baunya.

“Huek! Bau apa ini? Sangat busuk! Seperti bau mayat.”

Ia penasaran,  segeralah ia ambil masker, kapak, dan lampu minyak untuk masuk ke dalam lubang tersebut.

Duak! Duak! Duak! Papan kayu lubang tersebut dirusak Suharman hingga lubangnya bertambah besar. Di dalamnya sungguh gelap gulita. Ternyata ada ruang rahasia yang selama ini tidak diketahuinya di balik papan kayu tersebut. Ia masuk secara perlahan dengan menyodorkan lampu minyaknya. Tampak dinding batu yang cukup menyeramkan. Lorong tersebut ternyata cukup panjang hingga ujungnya pun tidak bisa diketahui karena sinar lampu minyak tidak mampu menembus kegelapannya. Suharman hanya bisa pelan-pelan melangkahkan kaki ke lorong yang lebih dalam.

Suasana di lorong rahasia tersebut sangat mencekam. Bau busuk semakin tercium. Sesekali, Suharman memperbaiki posisi maskernya agar menutup hidung dengan sempurna. Ia memerhatikan sekitar dan mendapati lorong tersebut semakin lebar. Hingga ia sampai pada ruangan besar yang tak pernah ia sangka ada di ujung lorong misterius tersebut.

“Menakjubkan! Bagaimana bisa ruangan sebagus ini ada di tempat seperti ini dan aku tidak mengetahuinya. Ruangan apa ini sebenarnya?” kata Suharman sembari tertegun melihat ruangan indah dengan segala ornamen bangunan Eropa abad pertengahan yang terbengkalai. Banyak sarang laba-laba yang terbentuk di setiap sudut ruangan saking lamanya mungkin ruangan ini tidak terjamah manusia.

Suharman menyodorkan lampu minyaknya ke atas sehingga dapat menyinari langit-langit ruangan yang gelap-gulita. Suharman memprediksi bahwa ruangan tempat ia berdiri sekarang berlokasi tepat di bawah halaman rumahnya. Ternyata masih ada banyak hal yang tidak ia ketahui tentang rumahnya sendiri.

Akan tetapi, ia melihat sesuatu bergelantungan di langit-langit ruangan.

“Apa itu?” tanyanya sembari mengambil tongkat yang tergeletak di lantai dan menggoyang-goyangkan sesuatu itu. Tampak seperti karung hitam yang agak aneh. Terbesit dalam pikirannya bahwa itu adalah mayat yang baunya busuk tadi, tetapi ia buang jauh-jauh pikiran tersebut dan terus menggoyang-goyangkannya. Barangkali ini sesuatu lain yang berbeda.

Tiba-tiba.

“WRYYY!!” suara dari sesuatu yang bergelantungan tersebut terdengar memekakkan telinga.

Jleb!

Tombak tajam menancap ke dada Suharman tanpa aba-aba. “AAKKHHHHH!!” Suharman menjerit sangat kesakitan dan dari kegelapan muncul sosok pucat menyerupai manusia dengan gigi taring yang sangat mengerikan. Lantas sosok tersebut berkata, “Nicholas! Brandon! Lihatlah, aku mendapatkan mangsa yang sedap.”

“Bagus.”



Komentar

Baca Juga