Keluarga Kyomei



Di negeri antah berantah nan jauh di sana, hidup dua ekor rubah bernama Kyomei dan Lilulu.

Mereka adalah sepasang jantan dan betina yang telah menikah sejak setahun yang lalu. Lilulu kerja sebagai penjahit sementara Kyomei menanam padi di sawah.

Kyomei dan Lilulu punya anak. Anaknya lucu-lucu ada tiga. 

Anak pertama namanya Ichi, anak kedua namanya Ni, dan anak yang ketiga namanya San. Sehari-hari ditinggal bekerja orang tuanya dan kerjaan mereka hanya main di sekitar rumah pohon bersama Bibi Fukasaku.

Keluarga Kyomei terbilang miskin. Meski punya pekerjaan, pendapatan mereka hanya mencukupi untuk makan sehari-hari. 

Bahkan, ada masa saat Kyomei sangat membutuhkan uang untuk berobat. Waktu itu, ia terkena angin duduk saat memantau hama wereng di malam hari. Pihak puskesmas menagih biaya berobat kepada keluarga Kyomei. Ibarat jatuh tertimpa tangga, Lilulu yang mengurus administrasi bingung tujuh keliling.

Di tengah kebingungan, Bibi Fukasaku memberi saran untuk pinjam uang saja ke Bank Plecit. Namun, dengan syarat bunga pinjaman yang cukup besar. Sebesar 10% dari akumulasi total pinjaman dan bunga per bulannya. Bisa dibilang, bunga pinjaman yang sangat mencekik.

Melihat Kyomei yang megap-megap, Lilulu lekas pinjam uang ke Bank Plecit di tengah kota lewat perantara Bibi Fukasaku.

Uang hasil pinjaman segera dibayarkan ke puskesmas tempat Kyomei di rawat. Kyomei pun sembuh dengan konsekuensi punya utang terhadap Bank Plecit. Di zaman itu, tidak ada program pemerintah semacam jamksesmas, askes, BPJS, atau asuransi kesehatan lainnya.

Keluarga Kyomei pun tiap bulan dihantui tagihan utang yang tak kunjung dapat dibayarkan. Bagaimana mau membayar, uang untuk makan sehari-hari saja pas-pasan.

Pak Rodriguez adalah tukang tagihnya, seekor rakun berbulu tebal yang garang.

Setiap menambah tenggang waktu pembayaran, maka menambah pula uang bunga yang harus dibayarkan sehingga total utang keluarga Kyomei menjadi berkali-kali lipat.

Kyomei dan Lilulu selalu berdoa kepada Dewa Bambu supaya memberikan rezeki yang melimpah kepada mereka sehingga bisa bayar utang.

Masih ingat, ketiga anak Kyomei dan Lilulu? Meski orang tuanya pusing memikirkan utang yang dimiliki, Ichi, Ni, San tidak diberi tahu sama sekali tentang masalah ini.

Ichi, Ni, San tumbuh dewasa dengan bahagia dan penuh cinta kasih oleh kedua orang tuanya serta Bibi Fukasaku yang selalu menemani.

Ichi, si anak sulung, meski tak diberitahu, ia paham betul apa yang dirasakan orang tuanya. Tiap malam ia kerap terbangun mendengar tangisan rintihan air mata orang tuanya saat memohon kepada Dewa Bambu. Sampai-sampai, Ichi mempunyai ide untuk menemui Dewa Bambu secara langsung. 

Ichi mempersiapkan segala keperluannya. Tak lupa, secara diam-diam ia memberi tahu kedua adiknya tentang rencana ini. Menurut info yang ia dapat dari petapa kura-kura, pemuka agama di kuil puncak gunung yang sering keluarga Kyomei kunjungi, Dewa Bambu turun ke dunia tiap gerhana matahari. Kebetulan, gerhana matahari akan terjadi tiga hari lagi dan lokasinya tak jauh dari rumah keluarga Kyomei. Yaitu hutan bambu petung di belakang bukit.

Ni dan San menurut dengan apa yang direncakan kakaknya itu. 

Dua hari telah berlalu, malam ini adalah malam terakhir sebelum terjadi gerhana matahari. Ichi, Ni, San telah mempersiapkan segala keperluannya untuk bertemu dengan Dewa Bambu dan meminta solusi atas masalah yang menimpa orang tuanya.

Mereka bertiga tidur di kamar terpisah dengan Kyomei dan Lilulu. Tidur awal supaya besok bisa bangun dini hari dan diam-diam keluar rumah.

Di tengah sunyi malam, terjadi keributan di rumah keluarga Kyomei. Ternyata, Pak Rodriguez merengsek masuk ke dalam rumah keluarga Kyomei bersama bolo kurowonya. Mendobrak pintu kamar Kyomei dan Lilulu serta menyeret mereka berdua ke luar halaman. Kyomei berteriak, "Ichi, Ni, San. Pring Gadhing Boyolali!"

Ichi langsung paham kode dari Kyomei. Segera ia membawa perlengkapan bersama adik-adiknya. Kode itu adalah kode kabur ke jalan rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga Kyomei. Sementara itu, Bibi Fukasaku ternyata berkhianat. Ia menjadi pacar Pak Rodriguez. 

Padahal jika dipikir-pikir, mereka berdua tak akan bisa menikah karena rubah dan rakun adalah hewan yang infertil.

Ichi, Ni, San kabur via jalan rahasia sembari meneteskan air mata meninggalkan orang tuanya yang disiksa. "Mama, Papa!" batin mereka bertiga. Mereka tak kuasa berteriak sebab jika berteriak, pastinya akan ketahuan di mana posisi mereka.

Sebagai bentuk hormat dan kasih sayang kepada Mama dan Papa. Ichi, Ni, San harus ketemu dengan Dewa Bambu dan mengadukan semua apa yang mereka alami.

Jalan rahasia kode "Pring Gadhing Boyolali" menembus ke belakang bukit di mana hutan bambu petung berada. Mereka tiba di sana sebelum fajar menyingsing. Masih petang.

Mereka lelah berlari dan lelah menangis. Ichi, menyemangati adik-adiknya supaya tetap terus berjuang. Di sisi lain, Ichi juga harus menyemangati dirinya sendiri dan tetap tegar karena ia adalah kakak tertua, sudah seharusnya menjadi suri tauladan bagi Ni dan San.

Mereka bertiga istirahat dan bersembunyi di gua di dekat tebing batu. Sembari menunggu matahari terbit dan terjadi gerhana matahari. Ichi mengeluarkan perbekalan berupa beri-berian yang ia kumpulkan beberapa hari yang lalu. Mereka sarapan dengan lahapnya.

Gua itu ternyata cukup dalam. Sepanjang mata memandang, tampak gelap gulita. Suara mereka pun terdengar menggema saat berbicara.

"Punten," suara asing tiba-tiba muncul tak tahu dari mana asalnya. Ichi, Ni, San kaget bukan kepalang.

"Aaaaaah!" teriak mereka bertiga.

"Eh santai saja bosqu! Kenalin, aq Kevin."

Ichi, Ni, San masih tak bergerak sedikit pun. Mencerna apa yang sebenernya terjadi.

"Yah, aq makhluk astral. Aq arwah dari salah satu pohon Ginko Biloba yang udah dibabat habis di hutan ini," kata Kevin.

"Apakah kamu tidak jahat?" tanya San.

"Hmmm, bukannya kalian para hewan yang jahat ya? Membabat habis aq dan teman-temanqu," Kevin menyindir, "Pastilah aq tidak jahat, kawan."

Ichi mendekat. "Maafkan kami, Kevin. Meski bukan kami yang membabat Ginko Biloba, tapi sebagai rubah yang bermartabat, kami dengan segala penyesalan meminta maaf kepadamu."

"Baiklah baiklah, toh semua sudah terjadi. Lantas kenapa kalian bertiga ada di sini?" tanya Kevin.

"Kami ingin bertemu Dewa Bambu," jelas Ichi.

"WHATT!!? K-KAMU INGIN BERTEMU SANG MAHA MENGABULKAN SESUATU?" Kevin tekejoed.

Ichi, Ni, San mengangguk-angguk.

"Oke akan aq bantu. Kebetulan blio ada di sini," kata Kevin.

"Hah, maksudnya?" tanya Ichi.

"Iya, ada di gua ini. Sebentar aq panggilkan." Kevin memanggil sosok yang ia maksud sebagai Dewa Bambu, "WOYY, BAMBANG ADA YANG MENCARIMU!!"

Sinar terang memancar dari dalam gua, "Senyum, Salam, Sapa. Maaf Kevin, sebaiknya sampeyan tidak berteriak-teriak. Senyum, Salam  Sapa," ucap sosok yang dimaksud Kevin adalah Dewa Bambu.

"Baiklah, ini ada yang mau bertemu denganmu," jelas Kevin.

"A-apakah Anda Dewa Bambu, Tuan?" tanya Ichi ketakutan.

"Salam, Senyum, Sapa. Oh, halo Rubah kecil, kenapa kalian mencariku? Salam, Senyum, Sapa," sapa sosok yang dimaksud Kevin adalah Dewa Bambu.

"Jika Anda benar Dewa Bambu, kami hendak memohon sesuatu," ucap Ichi.

"Salam, Senyum, Sapa. Ya, betul saya adalah Dewa Bambu. Silakan apa yang hendak kamu tanyakan, Rubah kecil?" tanya sosok yang ternyata benar Dewa Bambu. "Eh, sebelum itu, apakah kamu mencariku berdasarkan info dari petapa kura-kura? Salam, Senyum, Sapa," tambanya.

"Benar, Tuanku. Berdasarkan info dari petapa kura-kura, Anda tiba di dunia saat gerhana matahari terjadi," jawab Ichi.

"Salam, Senyum, Sapa. Owalah. Tolong katakan kepada petapa kura-kura itu bahwa aturan kedatangannku sudah diralat. Aku bosan turun ke dunia hanya saat gerhana matahari saja. Kalau kalian bertemu dengannya nanti, coba saja katakan Dewa Bambu turun ke dunia saat Dewa Bambu mood pengen turun. Salam, Senyum, Sapa," jelas Dewa Bambu.

"Wkwkwkw, ada-ada saja," respon Kevin yang ternyata adalah sahabat karib Dewa Bambu.

"Baiklah, Tuan," jawab Ichi.

"Salam, Senyum, Sapa. Cepat katakan hajatmu Rubah kecil! Sebelum aku berubah pikiran, Salam, Senyum, Sapa," kata Dewa Bambu.

"Keluarga saya dililit utang, Tuanku. Saya membutuhkan uang sebanyak Rp1.000.000.000.000,-" ucap Ichi.

"Salam, Senyum, Sapa. Oke info diterima. UFUKEFE FUFUKEFE FERUSTUKEFE JOM PALA PALA HOM KEFE, apa yang terjadi maka terjadilah! Salam, Senyum, Sapa," ucap Dewa Bambu.

Cling! uang segepok muncul di hadapan Ichi, Ni, San. 

"Wahh, syukurlah. Terima kasih, Tuan," jawab Ichi, Ni, dan San.

Uang itu mereka masukkan ke dalam kantong yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Ichi, Ni, dan San pun kembali ke kampungnya dan segera menyelamatkan Kyomei dan Lilulu.

"Pak Rodriguez! Ini uangnya dan tolong kembalikan Papa Mama!" teriak Ichi di markas Bank Plecit.

"Haha, akhirnya dibayar juga. Ini Papa Mamamu aku kembalikan," kata Pak Rodriguez.

Akhirnya Kyomei, Lilulu, dan ketiga anaknya hidup bahagia bersama dengan bergelimang harta hasil pemberian Dewa Bambu. Ternyata uang yang diberikan Dewa Bambu masih sisa banyak setelah dikurangi untuk bayar utang.

Uang itu digunakan Kyomei dan Lilulu untuk modal membangun usaha konveksi yang lebih proper dan menjangkau pasar yang lebih luas. Pelan-pelan hidup mereka sejahtera dan keluar dari lingkaran kemiskinan struktural. Sementara Pak Rodriguez dan pacarnya, Bibi Fukasaku, bangkrut dengan bisnis Bank Plecitnya karena para warga tak lagi pinjam ke Bang Plecit sebab sudah dapat pekerjaan sebagai buruh di pabrik keluarga Kyomei.

Selain berguna bagi keluarganya sendiri, usaha konveski Kyomei dan Lilulu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Kyomei, Lilulu, Ichi, Ni, dan San pun kerap memberikan donasi dan sedekah yang melimpah bagi para petapa kura-kura yang hidup di kuil demi rasa syukur kepada Dewa Bambu. Meski sudah sukses, keluarga Kyomei tak melupakan semua yang telah membantunya.

Ibarat kacang yang tak lupa dengan kulitnya.

Komentar

Baca Juga